: Ramadhan dan Produktivitas
Dalam perjalanan sejarah kaum Muslim, kita disajikan dengan beragam fenomena besar yang menunjukkan puncak kinerja dan produktivitas umat. Semua lintasan sejarah tersebut membuktikan bahwa betapa tingginya produktivitas kaum Muslim.
Menariknya, peristiwa-peristiwa tersebut terjadi pada bulan Ramadhan. Bulan yang sering dianggap sebagai bulan kelesuan fisik karena tak cukup terpenuhinya kebutuhannya pada siang hari. Perang Badar Al-Kubra (2 H), Fathu Makkah (8 H), Perang Tabuk (9 H), Penaklukan Spanyol di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair (92 H), Perang Ain Jaluth (657 H), atau-dalam konteks negara-peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI (1945 M).
Fenomena di atas membuktikan bahwa tak selamanya energi dan produktivitas seseorang berjalan linier dengan konsumsi jasmani. Justru-menurut para ahli-makan, minum, dan berhubungan seks berlebihan tanpa aturan dan disiplin adalah kontraproduktif. Alih-alih menjadikan seseorang semakin berprestasi dalam menunaikan pekerjaannya, malah mengakibatkan turunnya tingkat produktivitas.
Itulah sebabnya adalah tidak tepat menjustifikasi bulan Ramadhan sebagai penyebab turunnya tingkat produktivitas meski dalam praktik kemasyarakatan hal tersebut menjadi fenomena. Lihat saja di dunia pendidikan. Libur menjelang dan akhir Ramadhan. Belum lagi jam belajar-mengajar yang berkurang. Di dunia kerja pun demikian. Di banyak perusahaan, jam kerja mengalami diskon.
Dalam satu kesempatan, Syekh Abdul Fattah Allam, wakil syekh agung Al-Azhar, mengatakan bahwa tidak ada pertentangan antara Ramadhan dan urusan dunia modern. "Ketika Islam memerintahkan ibadah ini, (ibadah) tersebut untuk mendorong kami bekerja dan lebih maju serta tidak pernah dimaksudkan untuk menurunkan produktivitas," katanya.
Sejatinya, turunnya produktivitas lebih disebabkan terjadinya pelemahan atau kekalahan mental (inhizamur ruh). Kondisi inilah yang sangat berkontribusi pada tingkat apatisme, loyo, dan jumud dalam beraktivitas. Ramadhan merupakan bulan ketika mental setiap Muslim dibangun dan ditata sehingga mencapai derajat terbaik, takwa.
Lebih dari itu, Ramadhan justru bulan yang dinanti-nantikan untuk memberikan kontribusi yang semakin besar terhadap umat. Bagi yang memahami esensi dan urgensi Ramadhan, justru di sinilah semangat fastabiq al-khairat semakin ditumbuhsuburkan. Karena, sangat jelas Rasulullah SAW menyatakan, "Setiap amal anak keturunan Adam dilipatgandakan. Tiap satu kebaikan sepuluh lipat gandanya hingga tujuh ratus lipat gandanya." (HR Bukhari-Muslim).
Bahkan, amalan-amalan sunah yang dikerjakan pada Ramadhan pahalanya dianggap sama dengan mengerjakan amalan wajib (HR Bahaiqi dan Ibnu Khuzaimah). Wallahu A'lam.
: Pengendalian Diri Secara Optimal
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah SAW. "Bukanlah shaum itu semata-mata menahan lapar dan dahaga (pada siang hari), tetapi shaum itu sesungguhnya menahan diri dari ucapan dan perbuatan kotor dan merusak. Jika seseorang tiba-tiba mencelamu atau memarahimu (padahal engkau sedang berpuasa), katakanlah kepadanya, 'Saya sedang berpuasa.'"
Sungguh luar biasa taujih (arahan) Rasul SAW tersebut. Nasihat di atas mengingatkan kita untuk memaknai hakikat ibadah shaum (puasa) selama ini. Shaum adalah imsak atau pengendalian diri yang sesungguhnya. Pengendalian diri untuk tidak makan, tidak minum, serta tidak mengumbar hawa nafsu melalui ucapan, pendengaran dan penglihatan, apalagi melalui pikiran.
Shaum adalah upaya pengendalian diri yang optimal. Jika seseorang mampu melaksanakannya, pasti ia termasuk orang-orang yang akan meraih kesuksesan dan keselamatan. Betapa tidak, secara empiris kita melihat orang yang berhasil dalam hidupnya, mereka adalah orang-orang yang mampu mengendalikan diri dalam menyikapi dan merespons segala sesuatu dengan baik. Orang yang mampu mengendalikan diri pasti tidak akan menggunakan dan menghalalkan segala cara untuk meraih sesuatu yang diinginkannya, seperti jabatan dan harta.
Sebaliknya, orang yang tidak mampu mengendalikan diri pasti akan berbuat sesukanya. Ia tidak pernah memikirkan akibat dari perbuatannya. Ada kalanya melakukan pembohongan kepada publik atau menggunakan uang untuk meraih jabatan dan kedudukan (money politic). Itulah perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak pernah berpuasa dengan menghayati makna dan hakikatnya.
Berbagai masalah yang menimpa bangsa kita saat ini, seperti ekonomi, pendidikan, budaya, politik, dan bahkan akhlak, disebabkan ketidakmampuan kita dalam mengendalikan diri. Jadi, hal tersebut membiarkan hawa nafsu sebagai panglima kehidupan dan merendahkan fungsi serta peran hati nurani dan akal yang sehat.
Karena itu, mari kita jalani ibadah puasa dengan berusaha memuasakan seluruh anggota tubuh agar hakikat puasa, yaitu pengendalian diri, dapat kita raih dengan sebaik-baiknya. Wallahu a'lam.
: Berlatih Memimpin Diri Sendiri
Memimpin orang lain, biasanya lebih sulit dilakukan. Karena itu, tidak semua orang berhasil melakukannya. Akan tetapi, memimpin diri sendiri ternyata jauh lebih sulit dibandingkan memimpin orang lain. Seseorang bisa saja memimpin orang lain dan bahkan masyarakat luas dengan menjadi lurah, camat, bupati, wali kota, gubernur, dan bahkan juga menjadi menteri. Namun, belum tentu ia berhasil memimpin dirinya sendiri.
Seseorang bisa saja melarang orang lain berbicara tidak baik karena dapat menyebabkan orang lain tersinggung dan marah. Namun, dia belum tentu berhasil menahan nafsunya sendiri. Sehingga tatkala menghadapi persoalan, terkadang terlontar ucapan yang menyinggung perasaan.
Seorang suami juga demikian. Ia bisa saja memimpin istri dan anak-anaknya agar selalu berbuat baik, dermawan, sabar, ikhlas, dan istikamah. Akan tetapi, belum tentu nilai-nilai luhur itu bisa diterapkan dirinya sendiri.
Seorang pemimpin bisa saja mempengaruhi orang lain, tetapi belum tentu berhasil mengendalikan dirinya sendiri. Ia bisa mengingatkan anak buahnya agar bertindak jujur, terbuka, dan disiplin dalam mengurus uang negara atau uang perusahaan. Namun, mampukah ia menjalankan nilai-nilai yang diajarkannya itu kepada anak buahnya.
Para koruptor yang mengambil uang berjuta-juta atau bahkan miliaran rupiah, bukan tidak mengerti bahwa korupsi itu jelek dan dilarang oleh negara. Mereka tahu bahwa akibat perilaku korupnya itu, jika tertangkap maka akan mendapatkan hukuman berat. Mereka juga tahu bahwa risikonya demikian berat. Jika masuk penjara, semua anak, istri, saudara-saudaranya, dan bahkan kenalannya akan malu dan sedih.
Orang yang berbuat korup itu lantaran tidak bisa memimpin dirinya sendiri. Ia berhasil melarang atau mengatakan "jangan" terhadap orang lain, tetapi gagal mengatakan hal serupa kepada dirinya sendiri. Artinya, ternyata melarang berbuat buruk pada diri sendiri, lebih berat dan sulit daripada melarang pada orang lain.
Inilah yang disindir oleh Allah. "Hai orang-orang, mengapa kamu hanya pandai mengatakan, tapi tidak bisa melakukannya. Dosa besarlah di sisi Allah, orang yang pandai mengatakan, tetapi tidak pandai mengerjakannya." (QS As-Shaff [61]: 2-3).
Puasa mengandung makna berlatih. Ibadah puasa ini hanya diketahui oleh dirinya sendiri dan Tuhan. Apakah seseorang itu puasa atau tidak, atau sekadar pura-pura, maka tidak ada orang lain yang tahu. Karena itu, orang yang berpuasa, sesungguhnya ia sedang belajar memimpin dirinya sendiri. Jika lulus maka akan mendapatkan kemenangan, yaitu berhasil memimpin dirinya sendiri. Wallahu a'lam.
Contoh Produks Busana Model Terkini dicopy dari
SPESIFIKASI PRODUK
Otto Nobu
Otto Nobu
Rp110,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Abaya Okto Griva
Abaya Okto Griva
Rp120,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Longdress Oktopop
Longdress Oktopop
Rp120,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Wiggo Kids
Wiggo Kids
Rp70,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Naura Kids
Naura Kids
Rp70,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Nadhira Kids
Nadhira Kids
Rp70,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Kids Bollero
Kids Bollero
Rp70,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Blus Orchid
Blus Orchid
Rp75,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Blus Cinny
Blus Cinny
Rp75,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Shabina Teen
Bluss Teens dengan Rempel di dada dan krah. Cocok dipakai ke kampus
Shabina Teen
Rp65,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Titto Teen
Dress Simpul tali belakang mode simple, dress casual ini dapat anda pakai untuk menghadiri pesta malam atau pesta pantai
Titto Teen
Rp75,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Yuna Dress
Dress Formal dari Bahan Kain Batik Printing dengan Aksen rempel satin di krah, lengan dari bahan satin dan belt dari bahan...
Yuna Dress
Rp89,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Blus Patty
Terbuat dari bahan batik printing dengan aksen belt kerut dari karet dan dilapisi kain. krah kemeja dan kancing depan
Blus Patty
Rp69,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Zee Teen
Zee Teen
Rp75,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Etnic Teen
Etnic Teen
Rp75,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Azalea Teen
Azalea Teen
Rp69,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Blouse Teen 4
Blouse Teen 4
Rp69,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Blouse Teen 2
Kreasi batik rempel di tangan, krah dan bagian dada. cocok untuk dipakai ke Kampus atau hang out
Blouse Teen 2
Rp55,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Blouse Teen 1
Kreasi Batik Dress dan Vest yang chic.
Blouse Teen 1
Rp65,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Tunik Sun Floral
Bahan Semiprima __ . Ukuran sesuai pesanan
Tunik Sun Floral
Rp99,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Jilbab Nayla
Kain Crayon + Payet : 70.000 Kain Crayon Polos : 60.000
Jilbab Nayla
Rp70,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Blus Nixie
Blus Nixi ___ ' Rp 85,000.- __ . Batik printing, kain katun. Busana untuk yang ingin tampil bergaya dan trendy.
Blus Nixie
Rp85,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Abaya Sq Aisyawara
Abaya Sq Aisyawara___ . Rp 160,000.- ___ . Bahan kain songket, kombinasi kain satin halus.
Abaya Sq Aisyawara
Rp160,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Abaya Wening
Abaya Wening ___ . Rp 170,000.- ___ . Bahan kain sifon halus dengan furing kain katun halus
Abaya Wening
Rp170,000.00
Lihat
Pesan Barang Ini
Contoh Pengendalian Dokumen – Sesuai ISO 9001 – 2008
: Antisipasi Redenominasi
Direktur Wakala Induk Nusantara
Beberapa hari ini masyarakat dihebohkan rencana Bank Indonesia (BI) untuk meredenominasi rupiah. Pada 18 Mei 2010 lalu rencana ini sebenarnya sudah terbuka kepada publik saat dimulai Penjualan Surat Utang Negara (SUN) Denominasi Rupiah di Bursa Efek Indonesia (BEI). Tapi, ingar bingar Piala Dunia menenggelamkannya. Yang terasa mengagetkan publik adalah respons Menteri Keuangan Agus Martowardoyo, yang menyatakan tidak tahu-menahu rencana BI tersebut. Ada apa ini?
Pelaksanaannya sendiri, tentu saja, menunggu dana hasil penjualan SUN ini. Kenyataan bahwa sumber biaya redenominasi rupiah tersebut adalah hasil utang ini yang seharusnya justru jauh lebih mengejutkan ketimbang reaksi Menteri Keuangan di atas. Sebab, secara politik, BI memang bukan bagian dari Republik Indonesia, dan Gubernur BI (yang beberapa bulan lalu juga kosong) bukan bagian dari Kabinet RI lagi.
Wakil Presiden RI Boediono yang merupakan mantan gubernur BI, pun cuma menegaskan, "Bahwa itu adalah kewenangan Bank Indonesia!" Tentu saja. Bukankah BI adalah bagian dari International Monetary Fund (IMF)? Apa yang bisa dibuat oleh Republik Indonesia?
Memahami Redenominasi
Bagi masyarakat pun tidak terlalu penting soal silang sengketa itu, tetapi akibat dari proyek redenominasi itulah yang perlu dimengerti dan diantisipasi. Sebab, masyarakat yang menerima akibatnya, maka masyarakat perlu memahami tindakan yang bisa diambilnya untuk menyelamatkan harta bendanya. Kalau redenominasi itu dilaksanakan, atau selama masa rencana ini, apa yang bisa dilakukan?
Redenominasi merupakan tindakan rekalibrasi mata uang. Langkah ini dilakukan karena dua alasan (1) inflasi atau (2) devaluasi. Atau, bukan karena keduanya, melainkan dengan alasan geopolitik tertentu. Ini terjadi, misalnya, ketika berbagai negara di Eropa bersepakat untuk memiliki mata uang regional euro, yang mengharuskan tiap negara pesertanya merekalibrasi mata uang nasional masing-masing. Bila karena inflasi ada dua variasi, yaitu hiperinflasi atau inflasi sangat tinggi dalam tempo singkat, atau inflasi kronis, yaitu inflasi yang terus-menerus terjadi dalam waktu panjang.
Secara teknis redenominasi mata uang nasional adalah rekalibrasi mata uang suatu negara dengan cara mengganti currency unit mata uang lama (yang berlaku) dengan mata uang yang baru, yang dipakai sebagai satu unit mata uang. Bedanya dengan devaluasi adalah pada yang terakhir ini unit rekalibrasinya adalah mata uang asing, umumnya dolar AS. Kalau inflasinya sangat besar, maka rasioanya juga akan besar, bisa kelipatan 10, 100, 1.000, atau lebih besar lagi. Dalam hal ini, proses itu lalu disederhanakan, dan disebut sebagai "penghilangan angka nol".
Nasib Rupiah
Sepanjang umurnya yang 65 tahunan rupiah sudah mengalami berkali-kali rekalibrasi. Yang dicatat dalam buku sejarah di sekolah adalah saat rezim Orde Lama pada 31 Desember 1965, memangkas nilai Rp 1.000 menjadi Rp 1. Istilah yang populer untuk peristiwa ini adalah sanering. Penyebabnya adalah hiperinflasi. Sesudah Orde Lama jatuh, selama kurun pemerintah Orde Baru, rupiah juga mengalami berkali-kali rekalibrasi, dengan istilah berbeda, yakni devaluasi.
Atas desakan IMF dan Bank Dunia rupiah didevaluasi pada Maret 1983, sebesar 55%, dari Rp 415 per dolar AS menjadi lebih dari Rp 600 per dolar AS. Rupiah, kembali atas tekanan IMF dan Bank Dunia, didevaluasi lagi pada September 1986, sebesar 45%, menjadi sekitar Rp 900 per dolar AS. Dari waktu ke waktu nilai tukar rupiah lalu terus mengalami depresiasi sampai mencapai angka sekitar Rp 2.200 per dolar AS sebelum 'Krismon' 1997. Nilai rupiah kemudian 'terjun bebas' pertengahan 1997, dan sejak itu terus terombang-ambing--lagi-lagi atas kemauan IMF dan Bank Dunia--dalam sistem kurs mengambang (floating rate), dengan titik terendah yang pernah dicapai sebesar Rp 15.000 per dolar AS, di awal 1998, dan saat ini stabil di sekitar Rp 9.200 per dolar AS.
Jadi, munculnya gagasan untuk rekalibrasi rupiah kali ini, dengan cara redenominasi melalui penghilangan tiga angka nolnya, yakni mata uang Rp 1.000 menjadi Rp 1, penyebabnya tiada lain adalah inflasi kronis. Tetapi, bagi masyarakat umum apakah ada perbedaan implikasinya antara sanering, devaluasi, dan redenominasi?
Secara substansial, tentu saja, tidak ada bedanya. Ketiganya hanya bermakna bahwa mata uang rupiah kita semakin kehilangan daya belinya. Arti konkretnya adalah masyarakat yang memegang rupiah semakin hari semakin miskin. Penghilangan angka nol dilakukan karena dua alasan. Pertama, alasan teknis, kerepotan dalam berbagai aspek pengelolaan mata uang dengan angka nominal besar. Kedua, alasan psikologis atau tepatnya psikis, karena pada titik tertentu masyarakat tidak akan bisa manerima harga dengan nominal yang sangat besar.
Penyakit inflasi (akut atau krnis) atau tepatnya penurunan daya beli mata uang kertas (depresiasi) bukan cuma diderita oleh rupiah. Semua mata uang kertas mengalaminya. Dolar AS telah kehilangan daya belinya lebih dari 95% dalam kurun 40 tahun. Euro, hasil kalibrasi geopolitis, yang konon merupakan mata uang terkuat saat ini, dalam sepuluh tahun terakhir, kehilangan sekitar 70% daya belinya.
Rupiah? Lebih dari 99,9% daya belinya telah lenyap dalam 65 tahun ini. Maka, fungsi rekalibrasi sebenarnya hanyalah untuk menutupi cacat bawaan uang kertas ini. Hingga publik tidak merasakan bahwa dalam kurun 65 tahun Indonesia merdeka, kita telah dipermiskin sebanyak 175 ribu kali!
Rekalibrasi mata uang kertas adalah senjata utama para bangkir untuk mengelabui masyarakat atas kenyataan ini. Dalam kurun 10 tahun terakhir ini saja belasan mata uang berbagai negara dikalibrasi: Turki, Siprus, Slovakia, Romania, Ghana, Azerbeijan, Slovenia, Turkmenistan, Mozambique, Venezuela, dll. Yang paling spektakuler, tentu saja, adalah dolar Zimbabwe, yang dalam kurun lima tahun terakhir (2006, 2008, dan 2009), dilakukan tiga kali redenominasi, dengan menghapus total 25 angka nol pada unit mata uangnya!
: Otonomi Daerah
Setelah berlangsung lebih dari satu dasawarsa, otonomi daerah di Indonesia menarik perhatian banyak peneliti, baik di dalam maupun luar negeri. Bagi mereka, eksperimen dan pengalaman Indonesia dalam penerapan otonomi daerah sangat menarik. Pertama-tama menyangkut isu tentang apakah penerapan otonomi daerah dapat mencegah berkembangnya kecenderungan disintegrasi atau Balkanisasi Indonesia, yang terlihat meningkat pada tahun-tahun awal masa pasca-Soeharto; kedua, menyangkut masalah klasik tentang perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah; ketiga, berkenaan dengan masalah apakah otonomi daerah dapat meningkatkan efektivitas pemerintahan; dan keempat, tentang apakah penerapan otonomi daerah itu dapat menumbuhkan dan memperkuat demokrasi pada tingkat akar rumput.
Jika UU No 32/2004 tentang pemerintahan daerah menyatakan, otonomi daerah adalah juga untuk peningkatan partisipasi politik rakyat lewat pilkada, ekses cukup menonjol adalah meningkatnya manipulasi politik, dan kian merajalelanya 'politik uang' (money politics). Akibatnya, sering terjadi kekisruhan dalam pilkada, yang berakhir dengan kekerasan dan anarki dari pihak-pihak yang merasa dirugikan dan kalah dalam proses politik yang mereka anggap tidak adil. Menurut catatan berbagai kalangan, dari 244 pilkada sepanjang Januari-Juni 2010, hanya 35 yang relatif tidak bermasalah, sebagian besar lainnya berujung pada sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Ekses yang tak kurang negatifnya adalah semakin mahalnya biaya pilkada. Menurut estimasi, biaya penyelenggaraan pilkada pada 2010-2014 diperkirakan mencapai Rp 15 triliun. Biaya demikian besar itu mencakup lima komponen sejak dari pengeluaran KPU, panitia pengawas, biaya pengamanan kepolisian, dana calon kepala daerah, dan biaya tim kampanye. Menurut estimasi, calon gubernur membutuhkan dana sekitar Rp 20-100 miliar, bupati Rp 0,5-10 miliar, dan wali kota Rp 0,3-5 miliar.
Dengan biaya demikian besar, mereka yang mampu maju sebagai calon dalam pilkada hanyalah mereka yang memiliki modal keuangan sendiri atau punya pihak tertentu yang mau memodal, yang harus dibayar kembali oleh sang calon--menang atau tidak dalam pilkada. Termasuk di antara calon yang memiliki kemampuan keuangan seperti ini yang kemudian dilengkapi popularitas adalah selebritas, walaupun tidak selalu menjamin yang bersangkutan bakal terpilih.
Biaya yang begitu besar, menurut Mendagri Gamawan Fauzi, menimbulkan paradoks yang mempengaruhi penciptaan good governance dan pengurangan potensi korupsi di daerah. Paradoksnya terletak pada kenyataan; sementara biaya yang dikeluarkan demikian besar, padahal gubernur selama lima tahun masa jabatan 'hanya' bakal bisa mengumpulkan akumulasi gaji antara Rp 510-600 juta, bupati sekitar Rp 300-420 juta, dan wali kota Rp 300-420 juta. Dengan kesenjangan antara pengeluaran dan pendapatan seperti itu, bagaimana mereka mengembalikan 'investasi' dana politik tersebut, apakah bersumber dari dana sendiri atau investor politik.
Terdapat kecenderungan kuat, 'pengembalian' modal politik itu dilakukan lewat berbagai bentuk korupsi, mulai dari memainkan dana anggaran daerah, pemberian izin berbagai eksploitasi sumber alam, pengenaan semacam tarif untuk diangkat sebagai kepala dinas, sampai kepada bentuk-bentuk lain yang sulit terdeteksi. Adanya praktik-praktik seperti ini memunculkan ungkapan, korupsi juga mengalami desentralisasi seiring penerapan otonomi daerah. Jika sebelum otonomi daerah, korupsi dalam skala besar terutama terjadi di lingkungan birokrasi pemerintahan pusat, kini juga meluas ke daerah.
Otonomi daerah mungkin tidak bisa dimundurkan lagi, tetapi korupsi jelas harus diberantas, apakah di pusat ataupun di daerah. Jelas, korupsi berkelanjutan dapat membuat pemerintah baik pusat maupun daerah kehilangan kredibilitasnya, yang membuatnya tidak bisa efektif dalam menyelenggarakan pemerintahan. Karena itu, perlu penanganan khusus dan percepatan pemberantasan korupsi secara konsisten dan tanpa pandang bulu.
: Redenominasi
: Busway dan Kemacetan
Sebagai Kota Metropolitan, wilayah Jakarta yang luasnya mencapai 661,52 km dan berpenduduk kira-kira 9,6 juta orang adalah daerah termacet ke-14 di dunia. Sejak awal pemberlakuan busway enam tahun lalu sebenarnya sebagai solusi mengatasi kemacetan. TransJakarta atau umum disebut busway adalah sebuah sistem transportasi bus cepat.
Sistem ini dimodelkan berdasarkan sistem TransMilenio yang sukses di Bogota, Kolombia. Perencanaan busway telah dimulai sejak 1997 oleh konsultan dari Inggris. Pada waktu itu, direncanakan bus berjalan berlawanan dengan arus lalu lintas (contra flow) supaya jalur tidak diserobot kendaraan lain, namun dibatalkan dengan pertimbangan keselamatan lalu lintas. Meskipun busway di Jakarta meniru negara lain (Kolombia, Jepang, Australia), Jakarta memiliki jalur yang terpanjang dan terbanyak.
Namun, seiring waktu, busway ternyata tidak memecahkan masalah kemacetan di Jakarta. Setahun terakhir ini, kita malah semakin jengkel dengan kemacetan yang terjadi hampir setiap jam dan justru bukan di jam-jam yang sibuk. Kalau kita melihat penyebab kemacetan di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia ialah dikarenakan 'salah urus' pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Menurut data dari Departemen Perhubungan, setiap tahun pertumbuhan kendaraan naik sebesar 11 persen. Sayangnya, pertumbuhan kendaraan ini tidak dibarengi oleh pertambahan ruas jalan. Di Jakarta saja, misalnya, sebanyak lima juta kendaraan lalu-lalang di jalanan hampir setiap harinya. Sedangkan penambahan ruas jalan hanya 1-2 persen. Akibatnya, setiap hari jalanan semakin ditumpuki oleh jutaan kendaraan.
Saat ini, kendaraan pribadi di Jakarta jumlahnya mencapai 2.034.943 unit. Sementara itu, kendaraan umum hanya berjumlah 847.259 unit dan melayani 70 persen dari total penduduk Jakarta. Persoalan sistem transportasi modern dan massal memang sudah dikaji oleh pemerintah. Sayangnya, penggunaan sistem busway tak efektif jika pemerintah tidak berani mengurangi porsi kendaraan pribadi.
Selain mengurangi kemacetan, pengurangan kendaraan pribadi juga sekaligus untuk mengurangi emisi dan menghemat BBM. Kendaraan mewah di atas 2500 cc misalnya, pajaknya harus dinaikkan sampai 200 persen. Atau mungkin kalau mau lebih radikal seperti yang dilakukan Pemerintah Singapura yang memberlakukan pajak progresif bagi pemilik kendaraan pribadi lebih dari satu. Ini bisa menjadi solusi pembiayaan pembangunan dan pemeliharaan sistem transportasi yang baru.
Namun, semua ini juga harus kembali kepada kebijakan pemerintah. Sudah saatnya sistem transportasi publik ditanggung negara sehingga bisa terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Pemerintah pun harus menjaga supaya transportasi umum bersih dan nyaman ketika digunakan. Tak ada lagi cerita gengsi dan malu jika seorang eksekutif, pejabat, pengusaha, hingga artis menggunakan transportasi umum.
: Dari Mana Kekayaanmu Berasal
Harus diakui, rekening para pejabat yang mencurigakan yang dilaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sering kali terbentur di kejaksaan dan kepolisian. Ada semacam solidaritas korp atau kelompok. Apalagi bila yang dilaporkan adalah rekening sesama kolega.
Yang terakhir ini dapat kita saksikan ketika ada pelaporan mengenai rekening yang mencurikan milik sejumlah perwira tinggi polisi beberapa pekan lalu. Pelaporan itu memang ditindaklanjuti. Namun, karena yang menindaklanjuti adalah institusi kepolisian sendiri, masyarakat tetap tidak yakin mengenai hasilnya.
Dengan RUU yang baru itu, ada lembaga lain yang akan diberi wewenang mendapat laporan dari PPATK. Lembaga itu adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan begitu akan ada enam lembaga yang mempunyai kewenangan melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang. Yaitu: KPK, kepolisian, kejaksaan, Badan Narkotika Nasional (BNN), penyidik Bea Cukai, dan penyidik Ditjen Pajak.
Dengan adanya banyak lembaga yang bisa menyidik laporan PPATK, kita berharap ke depan ada semacam kontrol silang. Bila, misalnya, rekening yang mencurigakan milik anggota kepolisian, maka yang menyidik harus KPK atau kejaksaan. Sebaliknya, jika yang dilaporkan oleh PPATK adalah rekening milik pimpinan atau pegawai KPK, yang menyidik harus kepolisian atau kejaksaan, dan begitu seterusnya.
Kekhawatiran memang masih ada. Yakni, bagaimana bila para pejabat di lembaga-lembaga tersebut berkonspirasi jahat untuk 'tahu sama tahu' sesama mereka? Kalau ini yang terjadi tentu akan menjadi bencana dan sekaligus membuktikan bahwa para pimpinan dan pejabat kita memang korup. Ketika hal itu berlangsung maka rakyatlah yang harus beraksi.
Bila kita bersikap keras dan curiga terhadap semua penyelewengan yang, antara lain, dalam bentuk rekening pejabat yang mencurigakan, bukan berarti kita antipejabat yang kaya. Kaya adalah hak setiap warga, termasuk para pejabat negara dan pegawai negeri. Justru kita akan senang bila semua warga negeri ini berkecukupan dan hidup sejahtera.
Hanya saja kekayaan itu harus jelas dari mana asalnya. Pegawai negeri dan pejabat negara yang jelas setiap bulan bergaji sekian dan sekian, lalu kekayaannya ternyata melebihi dari gajinya, tentu patut dipertanyakan: dari mana kekayaanmu berasal (min aina laka hadza?). Kalau kemudian asal kekayaan sudah jelas, misalnya, lantaran mendapatkan warisan atau istri/suami dan anggota keluarganya berbisnis, semua pihak harus menghargai dan menghormatinya.
Apa yang kita sampaikan di atas tidak ada maksud lain kecuali agar negara dan bangsa ini bisa segera maju dan dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Bangsa dan negara ini terus terpuruk dan tidak kunjung sejahtera, antara lain, karena pejabat dan pegawai negerinya banyak yang korup. Banyak yang ingin kaya raya namun dengan cara yang tidak semestinya.
Ketika pegawai negeri dan pejabat negara korup dapat dipastikan mereka melakukannya dengan menyalahgunakan atau memanfaatkan jabatan, wewenang, dan kedudukannya. Jabatan, wewenang, dan kedudukan yang seharusnya diembannya dengan penuh amanat dan kejujuran tapi diselewengkan.
Kita tahu setiap pejabat negara dan pegawai negeri yang melakukan penyelewengan jabatan, wewenang, dan kedudukan dapat dipastikan kurbannya adalah rakyat banyak. Tentu saja penyelewengan itu menguntungkan bagi diri yang bersangkutan, keluarga dan kelompoknya. Dan, itulah yang disebut korups
Contoh Prosedur Penanganan Keluhan Pelanggan sesuai ISO 9001 – 2008
Untuk mengatur penanganan keluhan Pelanggan agar dapat tercapai penyelesaian masalah secara tepat dan cepat dalam upaya mencapai tindakan perbaikan dan pencegahan yang efektif dan efisien.
Prosedur ini diterapkan dalam aktivitas penanganan keluhan Pelanggan berupa identifikasi keluhan, pencarian alternatif solusi, pemilihan solusi, penerapan solusi dan penyelesaian keluhan yang terkait dengan bidang pekerjaan Biro/Bagian terkait atau perusahaan secara menyeluruh.
3.2 ISO 9001 : 2008 klausul 8.5.2
Keluhan : Adalah saran dan masukan berupa kritikan dan atau keberatan yang disampaikan secara lisan ataupun tertulis dari pihak eksternal maupun internal perusahaan mengenai kinerja yang dihasilkan oleh Perusahaan
Kabag Marketing
PIC Terkait
6.1. Menyampaikan keluhan secara lisan (via telepon/datang langsung) atau secara tertulis (via surat atau media masa mengenai keluhan pembaca) kepada kantor Perusahaan.
6.2. Pihak Marketing akan melakukan langkah berikut :
Jika keluhan disampaikan Pelanggan secara Langsung, maka Terima Pelanggan dengan baik, tanyakan identitas, maksud dan tujuannya terlebih dahulu serta persilakan duduk di ruang tunggu kemudian beritahukan hal tersebut kepada Marketing dan PIC terkait agar dapat segera ditangani.
Jika keluhan disampaikan Pelanggan melalui telepon, maka Terima telepon dari Pelanggan dengan baik tanyakan identitas, maksud dan tujuannya terlebih dahulu dan informasikan keluhan tersebut kepada Dept terkait agar dapat segera ditangani........
Contoh Prosedur Pengukuran Kepuasan Pelanggan sesuai ISO 9001 – 2008
- Survei
- Kepuasan Pelanggan
- Masukan pelanggan
- Strategi perusahaan
Postingan Populer
-
Alternative Content Berikut kata-kata yang digunakan: Aaker ABG ABK ABRI Abitrase AC Aceh Aceton Adhi Adhiono Adiman Adum Adumla Afa...
-
yuwie Seperti social networking site (FS) yang lain, ada fasilitas blog, upload pictures, refer friends, chat, hang out, dl...
-
DIREKTORI PERUSAHAAN DAN PRODUK YANG TELAH MEMPEROLEH SERTIFIKAT PRODUK PENGGUNAAN TANDA SNI BIDANG INDUSTRI 1. Nama Perusahaan : PT. ASIA R...
-
Menerima pesanan besi BETON POLOS, besi BETON ULIR, besi nako, plat strip. Produk sesuai SNI 07-2052-2002. PT A, Surabaya , email:jayas...