Oleh A Riawan Amin
Dalam ranah Pengembangan Sumber Daya Insani, dikenal istilah TASK. Bahwa seorang staf (pekerja) di perusahaan dinilai dari empat (empat) kualitas diri yang dimilikinya. Yaitu, talent (bakat), attitude (sikap), skills (ketrampilan), dan knowledge (pengetahuan). Keempat kualitas itu secara signifikan akan menentukan keberhasilannya selaku individu dalam menjalankan tugas-tugas perusahaan.
Dan, secara lebih luas, akan mampu menarik kereta organisasi menuju pencapaian target dan tujuan yang diharapkan. Keempat kualitas di atas bisa diringkas menjadi dua (dua) kategori besar: yaitu Keterampilan (termaktub di dalamnya kualitas skills dan knowledge) dan Karakter (mencakup talent dan attitude).
Bagi perusahaan, keahlian atau keterampilan yang dimiliki setiap karyawannya akan menentukan kontribusi yang dapat diberikan. Itulah sebabnya, menjadi wajar bila kebutuhan perusahaan akan karyawan dimulai dari penilaian terhadap keahlian yang dimilikinya.
Khalifah Ali bin Abi Thalib RA pernah memerintahkan Asytar al-Nukhai, gubernur Mesir untuk mendapatkan pekerja-pekerja yang andal. Dalam perintahnya, ia mengatakan, "Jika engkau ingin mengangkat karyawan, maka pilihlah secara selektif. Janganlah engkau mengangkatnya karena ada unsur kecintaan dan kemuliaan (baca: nepotisme), karena hal ini akan menciptakan golongan durhaka dan khianat. Pilihlah karyawan karena pengalaman dan kompetensi yang dimiliki ...."
Begitupun, karakter memegang peran penting. Karena menjadi fondasi nilai bagi keterampilan yang dimiliki setiap individu karyawan. Karakter inilah yang menjadi benteng kokoh dari serangan-serangan berbagai nilai yang merusak.
Itulah sebabnya, Ali bin Abi Thalib ra melanjutkan perintahnya kepada Gubernur Mesir Asytar al-Nukhai untuk memperhatikan karakter sebagai faktor penentu dalam merekrut pegawai. Berikut nukilan perintah beliau, ".... Pilihlah karyawan karena memiliki tingkat ketakwaannya dan keturunan orang shaleh, serta orang yang memiliki akhlak mulia, argumen yang shahih, tidak mengejar kemuliaan (pangkat) dan memiliki pandangan yang luas atas suatu persoalan."
Kompetensi atau keterampilan menjadi ranah pengembangan SDI. Sebaliknya karakter sepatutnya berada pada ranah penarikan SDI. Mengapa demikian? Karena kompetensi atau keterampilan lebih mudah untuk diasah dan dikembangkan di masa depan dibanding karakter.
Tanpa memperhatikan keduanya, atau lebih mengedepankan keterampilan yang dimiliki saat ini tanpa memedulikan karakternya, akan mengakibatkan preseden buruk bagi perusahaan. Alih-alih mecapai tujuan bisnis, justru semua kerja yang dilakukan akan semakin mengerdilkan eksistensi perusahaan.
"Ketika engkau menyia-nyiakan amanah, maka tunggulah kehancuran. Dikatakan, 'Wahai Rasulullah, apa yang membuatnya sia-sia?' Rasul bersabda, 'Ketika suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya." (HR Bukhari).
Dalam ranah Pengembangan Sumber Daya Insani, dikenal istilah TASK. Bahwa seorang staf (pekerja) di perusahaan dinilai dari empat (empat) kualitas diri yang dimilikinya. Yaitu, talent (bakat), attitude (sikap), skills (ketrampilan), dan knowledge (pengetahuan). Keempat kualitas itu secara signifikan akan menentukan keberhasilannya selaku individu dalam menjalankan tugas-tugas perusahaan.
Dan, secara lebih luas, akan mampu menarik kereta organisasi menuju pencapaian target dan tujuan yang diharapkan. Keempat kualitas di atas bisa diringkas menjadi dua (dua) kategori besar: yaitu Keterampilan (termaktub di dalamnya kualitas skills dan knowledge) dan Karakter (mencakup talent dan attitude).
Bagi perusahaan, keahlian atau keterampilan yang dimiliki setiap karyawannya akan menentukan kontribusi yang dapat diberikan. Itulah sebabnya, menjadi wajar bila kebutuhan perusahaan akan karyawan dimulai dari penilaian terhadap keahlian yang dimilikinya.
Khalifah Ali bin Abi Thalib RA pernah memerintahkan Asytar al-Nukhai, gubernur Mesir untuk mendapatkan pekerja-pekerja yang andal. Dalam perintahnya, ia mengatakan, "Jika engkau ingin mengangkat karyawan, maka pilihlah secara selektif. Janganlah engkau mengangkatnya karena ada unsur kecintaan dan kemuliaan (baca: nepotisme), karena hal ini akan menciptakan golongan durhaka dan khianat. Pilihlah karyawan karena pengalaman dan kompetensi yang dimiliki ...."
Begitupun, karakter memegang peran penting. Karena menjadi fondasi nilai bagi keterampilan yang dimiliki setiap individu karyawan. Karakter inilah yang menjadi benteng kokoh dari serangan-serangan berbagai nilai yang merusak.
Itulah sebabnya, Ali bin Abi Thalib ra melanjutkan perintahnya kepada Gubernur Mesir Asytar al-Nukhai untuk memperhatikan karakter sebagai faktor penentu dalam merekrut pegawai. Berikut nukilan perintah beliau, ".... Pilihlah karyawan karena memiliki tingkat ketakwaannya dan keturunan orang shaleh, serta orang yang memiliki akhlak mulia, argumen yang shahih, tidak mengejar kemuliaan (pangkat) dan memiliki pandangan yang luas atas suatu persoalan."
Kompetensi atau keterampilan menjadi ranah pengembangan SDI. Sebaliknya karakter sepatutnya berada pada ranah penarikan SDI. Mengapa demikian? Karena kompetensi atau keterampilan lebih mudah untuk diasah dan dikembangkan di masa depan dibanding karakter.
Tanpa memperhatikan keduanya, atau lebih mengedepankan keterampilan yang dimiliki saat ini tanpa memedulikan karakternya, akan mengakibatkan preseden buruk bagi perusahaan. Alih-alih mecapai tujuan bisnis, justru semua kerja yang dilakukan akan semakin mengerdilkan eksistensi perusahaan.
"Ketika engkau menyia-nyiakan amanah, maka tunggulah kehancuran. Dikatakan, 'Wahai Rasulullah, apa yang membuatnya sia-sia?' Rasul bersabda, 'Ketika suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya." (HR Bukhari).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar