Ungkapan ikhlas sering kita dengar. Bahkan, hampir seluruh dai selalu menyampaikan makna ikhlas berikut manfaatnya. Makna ikhlas amatlah dalam, bahkan semua manusia tidak pernah tahu apakah dirinya ikhlas atau tidak. Seluruh ibadah menuntut keikhlasan nyata (totalitas) tanpa mengharap sesuatu (QS Yunus [10]: 105 dan Annisaa' [4]: 125).
Ketika ikhlas itu sudah terpatri dalam diri manusia, ia akan semakin tenang dalam menjalani hidup. Ia tidak akan pernah gelisah menghadapi berbagai cobaan dan ujian. Karena, ia yakin, semuanya adalah kehendak Allah. Maka, ia pun tidak menuntut nilai, derajat, pangkat, dan kedudukan dari ibadah yang ia kerjakan. Hanya ridha Allah yang diharapkannya sebagai bekal kebahagiaan di dunia dan di akhir kelak.
Jika kita dituntut untuk selalu ikhlas dalam ibadah, demikian pula dalam bekerja. Ikhlas dalam bekerja adalah selalu berusaha menghidupkan lentera Ilahi di dada dan tidak mengharap balasan apa pun, baik di dunia maupun di akhirat. Salah seorang tabiin, Ruwaim, mengatakan bahwa ikhlas dalam berbuat amal adalah menuntut pelakunya tidak berharap apa pun akan dunia bahkan akhirat.
Seorang petani yang mulai pagi sampai sore bekerja tentu mengharap imbalan. Imbalan yang terbayang dalam hatinya adalah hasil panen yang memuaskan dan bisa untuk membiayai hidup keluarganya.
Seorang pegawai, yang selalu sibuk di kantor dari pagi sampai sore bahkan malam hari, selalu mengharap gaji yang cukup untuk anak istrinya. Apakah orang demikian tidak ikhlas? Kita tidak bisa memvonisnya demikian karena vonis terhadap manusia hanyalah kekuasaan Allah. Kita tidak mempunyai hak sama sekali untuk memberi keputusan yang kita tidak tahu hakikatnya.
Yang harus selalu kita lakukan adalah berusaha agar ikhlas itu terus ada dan menyala dalam diri kita, tak peduli di mana pun dan kapan pun kita berada. Karena, hanya dengan nyala ikhlas itulah, kita akan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Petani, pegawai, dan semua profesi di dunia ini harus memiliki nilai ikhlas.
Keikhlasan tertinggi ditandai oleh semangat juang tinggi dan tak pernah meninggalkan Allah dalam setiap usahanya. Wajar jika seorang petani mengharapkan hasil panen yang memuaskan. Asalkan didasari oleh kebaikan dan hasilnya juga untuk kebaikan, insya Allah semuanya akan dihitung ibadah karena petani itu sudah mengikuti perintah Allah untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya.
Memang, ikhlas itu sangat sulit untuk dilakukan, apalagi untuk dipertahankan terus-menerus dalam diri kita. Sebab, hawa nafsu selalu mengelilingi manusia. Maka, cara yang paling efektif untuk membangun ikhlas dan memeliharanya adalah selalu mengingat Allah dalam setiap keadaan: sedih, bahagia, kaya, ataupun miskin. Selain itu, tidak terlalu ambisius dengan gemerlapnya dunia karena itu hanya bersifat sementara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar